Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu keterampilan penting dalam kehidupan manusia. Dengan komunikasi yang baik, kita dapat menyampaikan ide, memahami orang lain, dan membangun hubungan yang sehat.
Namun, bagi sebagian orang, keterampilan ini menjadi tantangan besar. Mereka yang kurang pandai berkomunikasi sering kali salah memahami maksud orang lain, bahkan menganggap diskusi yang sehat sebagai bentuk pertengkaran. Apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa hal ini bisa terjadi?
Ketidakmampuan Menyampaikan dan Memahami Pesan
Salah satu penyebab utama orang menganggap diskusi sebagai pertengkaran ialah ketidakmampuan untuk menyampaikan pesan dengan jelas atau memahami maksud orang lain. Ketika seseorang tak punya keterampilan komunikasi yang baik, mereka mungkin kesulitan memilih kata-kata yang tepat atau memahami nada bicara lawan bicaranya.
Misalnya, kritik konstruktif yang diberikan dengan tujuan membantu dapat dianggap sebagai serangan pribadi jika seseorang tak terbiasa menerima umpan balik. Orang dengan keterbatasan ini cenderung lebih fokus pada emosi yang muncul daripada isi pesan yang disampaikan. Akibatnya, mereka merasa diserang atau direndahkan, meski sebenarnya maksud pembicaraan jauh dari itu.
Pengaruh Emosi dalam Berkomunikasi
Komunikasi yang buruk sering kali diperburuk oleh emosi yang tidak terkontrol. Orang yang kurang pandai berkomunikasi mungkin merasa tidak percaya diri, cemas, atau frustrasi ketika terlibat dalam percakapan yang mendalam atau menantang.
Sebagai contoh, dalam sebuah diskusi yang berisi perbedaan pendapat, orang dengan keterbatasan komunikasi mungkin merasa bahwa ketidaksepakatan adalah bentuk konfrontasi. Mereka sulit memisahkan antara argumen logis dengan serangan pribadi, sehingga suasana diskusi menjadi tegang atau bahkan berubah menjadi pertengkaran.
Pola Pikir Defensif
Orang yang tidak percaya diri dalam kemampuan berkomunikasinya sering kali mempunyai pola pikir defensif. Mereka merasa harus melindungi diri mereka sendiri dari kemungkinan disalahkan atau dipermalukan. Saat mendengar opini yang berbeda, mereka mungkin langsung bereaksi defensif tanpa mencoba memahami sudut pandang lawan bicaranya.
Pola pikir ini membuat mereka lebih cepat bereaksi dengan nada yang tajam atau sikap yang agresif. Alih-alih mencari solusi atau kompromi, mereka malah memperburuk situasi dengan menganggap bahwa orang lain berniat menyerang mereka.
Kurangnya Pengalaman dalam Diskusi yang Sehat
Diskusi yang sehat membutuhkan keterbukaan, rasa hormat, serta kemampuan untuk mendengarkan secara aktif. Namun, bagi orang yang jarang terlibat dalam percakapan yang berkualitas, konsep ini mungkin terasa asing. Mereka tak terbiasa dengan gagasan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan bahkan dapat menjadi kesempatan untuk belajar.
Sebagai akibatnya, mereka melihat perbedaan sudut pandang sebagai ancaman, bukan peluang. Persepsi ini mendorong mereka untuk melihat diskusi sebagai medan konflik, bukan tempat untuk bertukar pikiran.
Cara Mengatasi Tantangan Komunikasi
Meski tantangan komunikasi ini bisa menjadi hambatan besar, keterampilan komunikasi dapat dipelajari dan dikembangkan. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasinya:
1. Belajar Mendengarkan Secara Aktif
Mendengarkan adalah inti dari komunikasi yang baik. Fokus pada apa yang dikatakan orang lain tanpa langsung memberikan respons emosional.
2. Mengelola Emosi
Belajarlah untuk mengontrol emosi. Tarik napas dalam-dalam dan berikan jeda sebelum merespons sesuatu yang memicu perasaan negatif.
3. Mengembangkan Kepercayaan Diri
Praktikkan berbicara di depan orang lain secara bertahap untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam berkomunikasi.
4. Berlatih Empati
Cobalah memahami sudut pandang orang lain. Ini dapat membantu untuk merespons dengan lebih baik tanpa merasa terancam.
5. Mencari Umpan Balik
Minta teman atau kolega memberikan masukan tentang cara kita berkomunikasi. Gunakan kritik mereka untuk memperbaiki diri.
Dengan demikian, orang yang tak pandai berkomunikasi sering kali menganggap diskusi sebagai pertengkaran karena kurangnya keterampilan menyampaikan dan memahami pesan, pengaruh emosi, pola pikir defensif, serta kurangnya pengalaman dalam diskusi sehat.
Namun, dengan kesadaran dan usaha untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, mereka dapat belajar membedakan antara diskusi yang sehat dan konflik yang sebenarnya. Kunci utamanya adalah bersikap terbuka, sabar, dan berkomitmen untuk terus belajar dari setiap interaksi.