Hati-Hati Kalimat Toxic Positivity, Bukan Memotivasi Justru Menyakiti
Berhati-hatilah dalam memotivasi, alih-alih memberikan dukungan, justru pemilihan kalimat yang salah bisa menjadi kalimat toxic positivity.
"Jangan nyerah! Gitu aja nyerah! Ayo, semangat!" Terdengar toxic, ya? Lho, kenapa termasuk toxic?
Bagi manusia sebagai makhluk sosial, interaksi antar sesama sangat sulit dihindari. Kita biasa berinteraksi baik langsung atau tidak langsung seperti melalui media sosial. Interaksi-interaksi tersebut dapat berdampak positif atau pun negatif.
Tahukah kamu? Kalau manusia itu cenderung lebih ingin menunjukkan hal-hal positif di kehidupannya. Namun, tidak jarang hal positif tersebut menjadi racun bagi orang lain.
Sebagian besar orang atau mungkin kamu sendiri suka menyampaikan kata-kata positif di media sosial atau ke temanmu yang sedang curhat. Tapi, apa kata-kata yang kamu lontarkan itu benar berdampak positif? Atau, justru itu toxic positivity?
Toxic positivity adalah ketika seseorang menerapkan pola pikir positif yang berlebihan, bahkan sampai menyangkal perasaan negatif.
Orang-orang yang terjangkit toxic positivity akan menolak kegagalan dan menganggap kegagalan sebagai sebuah kesalahan, dia akan terus meyakini bahwa kegagalan adalah sesuatu yang harus dihindari. Orang yang mengidap toxic positivity merasa bahwa pemikirannya harus selalu tercerahkan, sehingga mengabaikan perasaan-perasaan negatif. Padahal, emosi negatif adalah perasaan valid yang harus diterima dan dirasakan demi menjaga kestabilan emosi.
Ciri-Ciri Kalimat Toxic Positivity
- Menolak perasaan-perasaan negatif
Kalimat-kalimat toxic positivity biasanya berkedok membangun, namun menentang luapan emosi negatif. Contohnya, “Kamu jangan nangis mulu, dong.”
- Mengandung opini
Si penyampai kalimat toxic positivity akan menyampaikan opini, seperti mengatakan, “Anna, aku sangat yakin setelah ini kamu kuat hidup sendiri meski hari ini kedua orang tuamu telah tiada.” Menurut si pengucap, Anna bisa menghadapi semuanya sendiri, padahal belum tentu Anna dapat tabah hidup sebatang kara. Atau, demi menghargai teman seseorang berbohong, “Cerita fiksi yang kamu tulis bagus.”
- Terkesan menghindari masalah
Misalnya, “Sudah, jangan sedih lagi. Lupain aja suamimu untuk saat ini.”
- Terkesan meremehkan
Kalimat yang dilontarkan bertujuan untuk memotivasi, tapi berdampingan dengan kalimat yang merendahkan. Seperti, “Ayo cobalagi! Gitu aja tidak bisa!"
- Membanding-bandingkan
Misal, “Semangat, dong! Baru segitu, dulu aku lebih parah.”
- Terkesan menyalahkan
Seperti, “Sudah jangan bersedih, kamu juga sih menaruh perasaan ke dia.”
Semua kalimat di atas bertujuan untuk memotivasi dan menenangkan, tetapi karena kesalahan pemilihan kalimat membuat beracun bagi pendengar. Memang sementara si pendengar akan merasa tersemangati, namun dalam rasa semangat yang bohong dan dibuat-buat.
Misal, gambaran lain saat kamu dan temanmu sedang bersepeda. Lalu kamu terjatuh, temanmu berkata, “Lah, kok jatoh, sih? Ayo bangun, jangan jatoh lagi. Cuma lecet di lutut, dulu aku pernah jatoh dari motor, kepala bocor, masih hidup tuh.”
Tips Memotivasi Tanpa Toxic Positivity
- Terima kegagalan dan kesalahan
Menerima kegagalan bukan berarti menyerah. Kamu bisa mengajak orang lain atau dirimu sendiri untuk menjadikan kegagalan dan kesalahan sebagai evaluasi untuk intropeksi diri.
- Kelola emosi negatif
Jika ingin menangis, menangislah, sedih itu wajar. Jika letih, beristirahatlah, lelah itu manusiawi. Tetapi, tetap tidak berlebihan. Setelah merasa lega, ayok, bangkit lagi!
- Memahami dan bukan menghakimi
Dengarkan kesedihanmu atau temanmu, biarkan perasaan negatif itu terluapkan dan jangan memaksa untuk berhenti. Perlu kamu pahami, terkadang seseorang hanya ingin meluapkan perasaan tanpa kamu beri solusi. Jika memang dibutuhkan, kamu dapat menyampaikan solusi tanpa menyalahkan atau merendahkan.
- Hindari membanding-bandingkan masalah
Setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Jika kamu bisa kuat menghadapi suatu masalah, belum tentu orang lain sekuat kamu. Tidak adil jika kamu membandingkan masalahmu dengan masalah orang lain.
Ingatlah, tidak apa merasa tidak baik-baik saja. Menangislah jika sedih, beristirahatlah jika lelah. Pemikiran positif bukan sesuatu yang dapat dipaksakan, apalagi sampai menyangkal perasaan negatif dan memaksa tampil bahagia.
Sumber gambar: Gambar Toxic Positivity | edweek.org when toxicpositivity seeps into schools heres what educators can do